Galau untuk berkarya

Galau itu momen paling asyik untuk berkarya.
Kalimat ini berasal dari akun instagram @komunitasliterasi yang saya pinjam untuk dijadikan opini.
Teori ini terdengar klise memang, tapi bagi saya ini adalah jalan keluar.

Diantara anda mungkin pernah galau.
Galau tidak selalu tentang bucin dan cinta, bukankah kehabisan saku jajan juga salah satu bentuk galau? Hehe.
Saya juga beberapa kali galau, dengan permasalahan yang berbeda-beda tentunya. Saya tidak perlu menjelaskan galau tentang apa itu.

Dulu ketika galau, yang saya lakukan adalah mencari kertas, bagi saya kertas adalah teman baik, selain daripada teman (nyata) dan tisu.
Berhubung tidak terlalu prefer untuk curhat dan mencari telinga teman untuk menumpahkan kekesalan atau kesedihan, maka yang bisa saya lakukan adalah menulis.
Curhat bukan hal yang selamanya salah. Jika anda menyukai aktifitas tersebut, wajar saja.
Tiap orang punya caranya masing-masing untuk merefresh diri. Jadilah dirimu senyaman yang kamu inginkan.

Dalam kegalauan itu, saya bisa menulis berpuluh halaman yang saya sendiri tidak akan merasa "pegal".
Dari sana saya tahu, teman bersandar saya adalah kertas. (walaupun bisa jadi sekarang bergeser media, dari kertas menjadi note di handphone)
Mungkin kalau anda curcol kepada teman, dia akan menguap atau sesekali memalingkan wajah dari anda, tanpa anda sadari (realita yang pahit memang. Tapi -- yah mungkin teman anda sedang menjaga perasaan anda-- positif thinking saja :))

Tapi sayang seribu sayang, kertas itu hanya saya kumpulkan, saya buang seiring meredupnya perasaan buruk saya. Analogi sederhananya, Saya buang sampah ke tempat sampah, kemudian ketika tempat sampah tersebut penuh, maka saya buang ke TPS pusat, begitulah kurang lebih.

Sampai ketika saya masih rutin melakukan "pemubaziran" kertas itu, seorang teman menepuk pundak saya, "fat, kayaknya daripada kayak gini, mending dikumpulin deh, trus bukuin".
Yah, saya ikuti saran itu, hanya sebatas dikumpulkan, ujung-ujungnya entah kemana :)
Bukan karna tidak bisa menjaga, tapi karna kompleksnya tulisan itu, pun banyaknya coretan yang saya simpan, sampai bingung bagi saya untuk memilah mana yang bagus untuk dieksekusi. Kalau saya pikir ulang, sayang juga, kenapa tidak saya jadikan buku untuk kemudian menghasilkan karya?

Bicara galau, banyak sudut pandang yang bisa kita mainkan perannya. Teman saya yang lain bilang, "galaunya penyair itu karya".
Kalau dilihat dari perspektif sempit, selain rasa tidak enak di hati, kita bisa mendeskripsikan apa yang sebenarnya dirasakan sehingga bisa kita tulis dengan sangat detail, itu lebih mudah, dibanding kita membayangkan rasa disaat hati kita baik-baik saja.

Itu Kelebihan menurut saya. Kelebihan rasa tidak nyaman untuk menjadikan karya. Bukan berarti disengaja sakit untuk menulis, hanya saja itu hal termudah untuk mengekspresikan perasaan tidak nyaman. Mungkin anda punya pengalaman menarik lain terkait galau dalam karya, kita tunggu sampai nanti :)

Untuk referensi obat hati, silahkan kunjungi hikmahdanhikmah atau sekedar mencari inspirasi di inspirasibersama
Sumber dok : Pinterest

Komentar