Pernahkah Anda mendengar istilah “Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga”?
Mungkin kalau Anda mampu mengikuti semboyan manis diatas, bisa dahsyat sekali.
Atau jika Anda mendapatkan uang, apa yang akan anda lakukan?
Terpanggil untuk membuka aplikasi market place untuk menjemput barang idaman Anda, atau membiarkannya mengendap di tempat penyimpanan uang?
Nah, sebelum memutuskan untuk menjawab pertanyaan diatas, ada baiknya untuk mengetahui apa itu literasi ekonomi.
Apa itu Literasi?
menurut kbbi, literasi ialah (1) kemampuan menulis dan membaca, (2) pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, (3) kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Sehingga secara garis besar kita bisa tarik kesimpulan dari makna literasi bukan hanya dalam arti sempit seperti membaca atau menulis semata, namun lebih dari pada potensi untuk memahami, mengerti dan mengaplikasikan informasi apa yang didapat sehingga terbentuklah sumber daya manusia yang terampil dan cakap.
Kemudian, apa itu ekonomi?
Pada asalnya, ekonomi berasal dari bahasa Yunani yang berarti keluarga (rumah tangga) dan nomos yaitu peraturan, aturan, dan hukum. Jadi secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga".
Dan jika digabungkan, literasi Ekonomi memiliki makna cara mengelola keuangan rumah tangga (atau pribadi) dengan tepat sesuai dengan sumber daya manusia yang terampil dan cakap.
Sejak dulu hingga kini, semua lini kehidupan tidak pernah lepas dari uang (alat tukar). Kemudian sejalan dengan perkembangan zaman saat ini, kemudahan akses transaksi ditunjang dengan teknologi mengambil peran yang besar dalam keseharian kita bahkan terkadang sampai membuat terlena.
Lalu jika demikian, seberapa penting pengelolaan keuangan dalam kehidupan kita? Jelas sangat penting. Kondisi ekonomi mempunyai peran besar dalam kendali hidup. Begitu pula dengan perilaku manusia dalam mengelola keuangan membutuhkan kesadaran personal yang cukup serius.
Kita bisa lihat dari berbagai aspek seperti biaya hidup, pendidikan, pernikahan, kesehatan, rumah, sampai hal-hal darurat lainnya seperti pandemi saat ini.
Bukankah setiap tahun pengeluaran kebutuhan pokok yang dibutuhkan semakin besar?
Menurut lembaga keuangan Jiwasraya, biaya pendidikan naik 15% tiap tahunnya. Dikutip dari kompas, harga tanah naik 22% hingga 33% pertahun. Begitu pula dengan biaya hidup, seiring dengan kenaikan gaji, bertambah pula kenaikan biaya hidup.
Contoh kecilnya. Sebagai milenial, kita terbiasa hidup dengan internet, untuk itu kebutuhan akan internet khususnya menjadi hal pokok yang tidak bisa dikesampingkan keadaannya.
Dikutip dari Kominfo, penelitian dari The Nielsen Global Survey of E-commerce, melakukan riset terhadap 30 ribu responden yang memiliki akses internet memadai di era milenial.
Responden tersebut berasal dari 60 negara di Asia Pasifik, Eropa, Amerika Latin dan Utara, serta Timur Tengah.
Studi tersebut menggambarkan perilaku generasi akrab internet ini memilih jalur daring untuk meneliti dan membeli beragam produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Nielsen juga mencatat, pertumbuhan pengguna perangkat mobile di kota-kota besar Indonesia bahkan mencapai 88 persen pertanggal 27 Desember 2012. Untuk hitungan 8 tahun lalu, termasuk angka yang cukup besar bukan? Bisa dibayangkan dengan yang terjadi hari ini?
Sebagai contoh, di era pandemi ini kegiatan transaksi mudah dilakukan dengan sekejap. Akses belajar mengajar, transfer biaya pendidikan, pesan belanja, order transportasi online, semua transaksinya bisa dilakukan dari rumah.
Lantas apa hubungannya dengan keuangan? Jika hal terdasar kita seperti smartphone dimobilitasi dengan kuota internet, maka bisa dibayangkan berapa biaya yang kita butuhkan untuk membeli kuota?
Hasil survei yang dilakukan Alvara Research Center menunjukkan bahwa pengeluaran belanja masyarakat atas kebutuhan internet pada 2020 ini mencapai 8,1 persen, sedangkan tahun lalu hanya sebesar 6,1 persen. Dengan demikian terdapat kenaikan 2 persen jika dibandingkan tahun lalu. Dengan rata-rata penggunaan 2 gb perorang.
Maka dampaknya, kelalaian dari ketidakhati-hatian ini bisa mempengaruhi pengelolaan pendapatan yang dimiliki.
Maka dari itu, untuk mengantisipasi diri dan keluarga dari kesulitan ekonomi di masa mendatang, maka diperlukanlah literasi ekonomi sedini mungkin.
Bagaimana cara supaya kita melek terhadap literasi dan kondisi keuangan kita?
Ada 3 cara sederhana yang bisa diterapkan :
1. Pahami dan pisahkan antara kebutuhan dan keinginan. Sadari dan hitung pendapatan Anda. Kemudian prioritaskan mana yang lebih dulu harus dibayarkan seperti kebutuhan internet, token listrik, biaya sewa rumah, biaya pendidikan, biaya akomodasi bulanan atau harian rutin dan sebagainya.
Hindari memenuhi keinginan yang masih bisa ditunda, seperti membeli boba setiap gajian.. Hehe
Jadi, waspada ya terhadap kebutuhan atau keinginan ini.
2. Sisihkan minimal 10% gaji yang didapatkan untuk ditabung atau diinvestasi. Ingat, jangan menunggu sisa, ya.
3. Jangan berhutang. Hutang yang dimaksud disini ialah hutang yang tidak produktif.
Pada dasarnya, ego dari keinginan manusia cenderung lebih besar dari kemampuan yang dimiliki. Kebanyakan faktor luarnya dipicu oleh gaya hidup dan lingkungan sosial yang ada di sekitar kita.
Seperti selalu membeli smartphone keluaran terbaru dengan masif hanya untuk mengikuti trend, dan semacamnya. Padahal setiap bulannya, harga beli elektronik selalu mengalami kenaikan. Namun, jika dijual mengalami kemerosotan. Alangkah baiknya membeli sesuatu pada hal yang terdesak, benar-benar dibutuhkan, dan usahakan menabung sebelum membeli.
Walaupun perihal membicarakan keuangan ini masih dianggap tabu untuk diperbincangkan di sekolah, ada baiknya semboyan diatas diistirahatkan saja, karena tidak berdasar dan tidak sejalan dengan fakta yang ada.
Terlebih seperti generasi muda dan mahasiswa seperti saya, derasnya arus pergaulan menjadi tugas tambahan tersendiri yang perlu ditemukan titik tengahnya supaya siap menghadapi tuntutan zaman di depan.
Dengan demikian, daripada bersiap untuk hal yang tidak diinginkan, ada baiknya kita mulai melek literasi ekonomi sedini mungkin.
Opini sederhana #IniUntukKita.
Semoga dengan adanya opini ini mampu menginspirasi generasi khususnya kaum muda milenial, yang merupakan penduduk terbanyak di negeri ini. Sehingga diharapkan Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi yang mampu bersaing di dunia, yakni dengan cara membangun kesadaran literasi ekonomi dimulai dari masing-masing individu.
--Tulisan ini dibuat ketika mengikuti lomba menulis dari DJPPR Kementrian Keuangan melalui literasi dengan tema Menerjemah Optimisme Pembangunan Indonesia lewat Creative Financing dalam creator competition menyambut hari kemerdekaan Indonesia yang ke 75.
Semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar